Rabu, 31 Maret 2010

BAB 6 : INDAHNYA BERSAMA JAMILAH

bab ini masih berbentuk DRAFT / Masih Coretan Biasa

Hari demi hari telah lama berlalu, dan aku semakin sering bertemu dengan Jamilah, menemuinya, memandangi kecantikannya, mengagumi kecerdasannya, mendengarkan suaranya yang lembut. Aku merasakan sebauh tangan gaib yang menarikku kepadanya. Setiap pertemuan memberikan padaku sebuah makna baru bagi kecantikannya dan sebuah pandangan baru ke dalam jiwa jamilah yang manis, hingga ia menjadi sebuah buku yang bisa kupahami halaman-halamannya, dan yang dapat kunyanyikan pujian-pujiannya, namun yang takkan bisa kuselesaikan membacanya. Jamilah adalah sesosok perempuan yang telah dilengkapi oleh Tuhan dengan keindahan jiwan dan raga, yang hanya bisa dipahami dengan cinta, dan hanya bisa kita sentuh dengna ketulusan.
Jamilah adalah gadis sempurna dengan kecantikan jiwa dan raga, suaranya pelan dan lembut, kata-kata yang keluar dari bibirnya seperti tetes-tetes embun jatuh dari daun mahkto abunga ketika dilanda Angin. Dan wajahnya tiada kata yang mampu mengungkapkannya yang merupakan kecantikan yang terbuat dari derita batin yang dalam dihisasi senandung surgawi yang mengalun penuh pesona. Kecantikan Jamilah berbeda dengan wajah-wajah perempuan cantik yang kebanyakan, ia laksana kilasan mimpi yang tak mungkin ditangkap dengan kuas pelukis atau pahat pematung. Kecantikannya bukanlah pada Putih wajahnya, namun pada kebaikan dan kemurnian yang melingkunginya, bukan matanya yang cemerlang, tapi pada cahaya yang memancar darinya, bukan pada bibirnya yang ranum, tapi kata-katanya yang manis, bukan tubuhnya yang laksana gading, tapi gerakannya yang penuh ekspresi. Kecantikan gadis itu tidak menonjol dari bentuk dan penampakan luarnya, tapi pada keluhuran jiwa yang menyala seperti sebuah obor putih antara langit dan bumi.
Jamilah lebih suka diam dan cuek, seperti tenggelam dalam renungan daripada banyak bicara, dan diamnya adalah semacam musik yang membawa seseorang ke dalam dunia impian yang mempbuatnya mendengarkan detak jantungnya.

Kata-kata yang diucapkan Jamilah Pagi tu meneratku diantara kenangan masa lalu dan harapan masa depanm membuatku terpaku seperti perahu yang membuang jangkar di tengah samudera.
Hatiku bergetar mendengarnya, membuatku lupa masa lalu dan seluruh wujud fana dunia – kecuali Jamilah –

Kira-kira satu jam telah berlalu, dan tiap-tiao mentnya adalah setahun cinta. Keheningan malam sinar rembulan, bunga-bunga

Kusaksikan semua perubahan di wajah Jamilah, tapi bagiku semua itu ibarat awan berlalu yang menutupi wajah sang rembulan dan membuatnya semakin menawan. Rona ksesedihan kadangkala malah membuat wajahnya yang cantik semakin menawan.


Setiap perbuatan manusia yang dikerjakan secara sembunyi-sembunyi di malam hari akan menjadi jelas terpampang di siang hari, kata-kata yang diucapkan dalam kesendirian akan tersebar menjadi pergunjingan umum yang tdak diinginkan. Demikian pula dengan perasaan Cinta Na’im kepada Jamilah.

BAB 5 - BISIKAN HATIKU

April 2009, merupakan saat dimana cintaku pada Jamilah pada Puncaknya, pasalnya Suatu sore di kala aku sedang Minum Teh bersama Abah di Ruang Tamu. “Im, Kamu sekarang Sudah Kelas 3 SMA, sudah saatnya mengerti arti kehidupan, sudah saatnya mulai mengenal Dunia yang kejam ini” Ujar Abah kepadaku. “Ya, Bah !” jawabku singkat.
“Na’Im, Anakku menurutmu Siapa Gadis yang paling sempurna di Ma’had Ini ?” Tanya Abah. “Siapa, Bah ? Kayaknya Masih Belum ada, Bah !. Si Yusri, ya Lumayan lah “ Jawabku Lagi. “Bukan, bukan dia Nak ! Yang Paling sempurna Di Ma’had ini adalah Jamilah!” Jawab Abah sembari meninggalkanku.
Mendengar jawaban itu, hatiku langsung seperti Batu, Mulutku terkunci tidak mampu berkata apa-apa, tubuhku terbujur kaku tidak mampu bergerak kemana-kemana. Seperti disambar petir di siang Bolong, perasaanku bergetar, berkaca-kaca, perasaan senang bercampur kaget, kok bisa ya Abah mengatakan kata itu padaku.
Perasaan Cintaku yang sangat padanya, ditambah Anjuran Abah tadi seperti menyempurnakan rasa cintaku pada Jamilah. Jika dipersentase, mungkin sudah 100 % rasa cintaku padaku.
Ku berpikir dalam hati, “Apa benar Jamilah adalah yang kucari selama ini, kok sampai Abah yang sama sekali tidak pernah mengajariku tentang arti cinta, tiba-tiba saja memberitahuku bahwa yang pantas aku kejar, wanita seperti Jamilah. Entah ada alasan tersembunyi apa yang tersimpan di balik pikiran Abah, sampai-sampai memberitahuku tentang Sebegitu Sempurnanya Jamilah.
Sejak sore itu, tiada sesuatu yang dapat ku lihat, selain paras ayunya jamilah, tiada suara yang mampu ku dengar selain ucapan lembut Jamilah, tiada Momen yang ku ingat, selain perilaku Jamilah. Hanya Jamilah dalam Hidupku.
Meski satu minggu lagi ada suatu momen yang paling penting, momen yang menentukan Lulus tidaknya Aku menempuh Tingkatan SMA, yaitu Ujian Akhir Nasional (UAN). Perasaan berdebar-debarku akan Jamilah mengalahkan perasaanku akan menjalani UAN. Setiap lembaran buku yang ku baca untuk belajar UAN, bukan teori-teori IPS, MTK, atau Bahasa Inggris, melainkan Hanya tentang Jamilah.
Tepat pada 20 april 2009, tepatku menjalani Ujian Akhir Nasional, Ujian yang menentukanku hasil dari menimba Ilmu selama tiga tahun. Tapi, Tetap saja wajah Cantik jamilah, menghiasi hatiku.
Sehingga aku pun tak peduli hasil UANKu, semua ini kulakukan demi Jamilah, pengorbanan yang tak mungkin dilakukan oleh siapapun, ku pasrahkan hasil Uanku pada Allah, sehingga saat Ujian akumengerjakan semampuku. karena saat UAN pun, bukannya nada dering dari telepon genggamku yang berdering, saat ada beberapa teman yang menelponku untuk meminta bantuan jawaban yang menjadi pikiranku, bukan pula tiga orang guru penjaga yang galak yang sedang ku pikirkan, bukan juga Soal-soal UAN yang rumit dan menyusahkan yang saat ini sedang ku pikirkan, melainkan Sosok Jamilah yang sedang ku pikirkan.
sehingga, 3 bulan kemudian di kala Hasil UANKU telah muncul

to be continued..

BAB 4 - Cobaan CINTAKu

Hari demi hari, minggu demi minggu, dan bulan demi Bulan, ku lalui hari-hariku untuk Jamilah. Segala Penantian dan harapanku ku korbankan, demi dirinya yang aku cinta. Waktu, tenaga, dan Materi semua ku relakan demi dirinya. harapan Hampa kegagalan terus menghantui perjuangan cintaku padanya. Tapi, semuanya tetap tidak menggoyahkan hatiku demi Jamilah
Tapi, Dunia Berkata Lain. Di kala Bulan Keenam, ku kenal dengannya. Ada kabar bahwa Jamilah sedang Dekat dengan sahabat Karibku “Hasan Huda Ash-Shoddiq” (Huda), sahabat yang selalu menemaniku kemanapun ku pergi, sahabat tempat curhatku berani-beraninya mendahuluiku, mengkhianatiku, dengan Berpacaran dengan Jamilah.
Memang ku akui ini murni kesalahanku, aku salah tidak berani cerita kepada siapapun, termasuk kepada “Hasan Huda Ash-Shoddiq” jika aku ini sedang Jatuh Cinta pada Jamilah. Aku pun juga salah, kenapa selama ini aku tidak pernah menyapa jamilah, mencoba dekat dengannya, berbicara padanya. Memang bodohnya aku, kenapa ku simpan cinta ini hanya di hati saja. Tololnya aku kenapa aku tidak berani menyatakan cintaku pada Jamilah.
Mengetahui berita Dekatnya Hubungan Jamilah dengan Huda, hatiku panas dibakar api cemburu, tapi apa hakku ? memang Jamilah bukan apa-apaku. Ku caci maki diri ini atas segala kesalahan dan perbuatan Bodohku, yang tidak mau menyatakan cintaku pada Jamilah. “Mungkin, Jamilah lebih Pantas dengan Huda, Huda yang masih kelas satu SMP saat itu dan Jamilah yang masih kelas 3 SD, terasa cocok apabila pacaran. Dekatnya jarak tingkatan sekolah, mungkin memang lebih pantas huda dibandingkan dengan aku yang sudah kelas satu SMA, jauhnya Umur dan Tingkatan Sekolah memang mungkin akan lucu apabila aku yang pacaran dengan Jamilah.” Perkataan itu terus menerus Menghantui benakku.
Tak terasa, hubungan Ali dan Jamilah makin mesra, sekarang mereka berangkat sekolah lebih pagi dari biasanya, untuk Ketemuan. Bahkan, mereka juga tidak segan-segan tidak masuk (bolos) untuk janjian ketemuan.
Suatu kala, RasaCintaku benar-benar diuji. Di kala Huda dan Jamilah berjalan bersama, Ku tak kuasa melihat tangan halus Jamilah, didekap oleh Huda, begitu pula saat tangan Huda memegang Pipi jamilah. Bahkan, saat mereka duduk bersamaan, mereka tidak segan-segan menunjukan kedekatan hubungan mereka.dengan sering bersuapan makanan. Begitu mesranya, tapi ku buang jauh-jauh rasa kebencian itu, karena aku memang sayang dengan jamilah.
Bahkan, yang lebih tragisnya setiap Malam si sahabatku Huda selalu menceritakan hubungannya dengan Jamilah, dia curhat denganku tentang bagaimana Jamilah ? ya yang namanya Sahabat Bagaimana Lagi, aku tetap mendukung Huda, karena Aku masih berusaha kuat menyimpan Rahasia cinta ini. Sehingga, setiap hari setiap waktu, Huda selalu menceritakan Kemesraannya dengan Jamilah paginya, yang memang sebenarnya itu memanaskan Hatiku ini. Tapi, harus ku sadari bahwa Huda benar-benar tidak tahu, bahwa aku juga mencintai Jamilah.
Hari-hariku kini benar seperti diterpa BaDai, tiada Hari tanpa melihat kemesraan Huda dan Jamilah, tiada malam tanpa mendengar cerita Huda dan Jamilah. Ini benar-benar Ujian yang sangat sulit, yang tidak mampu ku lewati. Tapi, aku berusaha sabar dan terus berjuang menghadapi cobaan ini.
Kesabaranku beralih menjadi khawatir, tatkala pada saat Jamilah dan Huda sedang bermesraan ketahuan salah seorang guru dari SD, memang sudah pernah aku bilangi huda, “jangan sampai bolos sekolah, karena kalian berdua masih mempunyai tanggungan menuntut ilmu”
Tapi nasehatku seolah tak berarti, mereka lebih mementingkan Nikmatnya cinta monyet demi indahnya menuntut ilmu. hingga akhirnya karena sering Huda meninggalkan jam pelajaran untuk berduaan, hingga Jamilah pun dipanggil ke kantor SD, ia dimarahi oleh semua dewan guru SD, aku khawatir kondisi psikis jamilah saat itu. “Sedihkah dia, Takutkan dia?” karena, hatiku pun juga akan sakit tatkala hatinya sakit, aku pun turut bersedih apabila dia bersedih, ketakutannya juga merupakan ketakutanku.
Masalah Jamilah berbuntut panjang, hingga Orang tua Jamilah dipanggil Ke Ma;had, begitu datang Ibu Jamilah menasehati dan menghimbau Jamilah agar Fokus pada Sekolah. Dan, menghimbau agar tidak pacaran dulu.
Hingga, muncullah keputusan Jamilah yang sebenarnya menyenangkan hatiku. yaitu "Memutuskan Huda". memang awalnya senang sih hatiku, tapi setelah melihat kemurungan Jamilah. hatiku serasa ikut menangis

to be continued

Selasa, 30 Maret 2010

Pangeran Bersarung




Jika dalam era 80-an maupun 90-an, para santri mengekspresikan karyanya dalam bentuk puisi, esai, kolom maupun artikel di media massa. Maka era 2000-an ke atas menjadi penanda bahwa karya tulis para santri lebih luas jangkauannya, termasuk merambah domain novel sastra populer. Hingga saat ini pesantren yang oleh Gus Dur disebut sebagai sub-kultur (oleh sebab memiliki tradisi dan pola kehidupan sendiri), tampak belum secara optimal diolah dalam bentuk karya (sastra) yang ditulis oleh para santri. Padahal, jika boleh diibaratkan kekayaan tradisi pesantren merupakan sebuah tambang emas yang menunggu tangan-tangan kreatif untuk mengeksplorasi secara optimal segala isinya dalam bentuk tulisan.

Maka, tidak mengherankan jika kemudian generasi yang lahir dan dibesarkan pesantren berusaha membedah pesantren melalui karyanya, termasuk dalam bentuk novel. Dengan format novel sastra populer, karya penulis muda yang semuanya pernah dididik di pondok pesantren, semisal Sachree M.Daroini, Syarifuddin, Ma’rifatun Baroroh, S.Tiny, Pijer Lestari, Zaki Zarung, Azizah Hefny, hingga Mahbub Jamaluddin banyak menghiasi dunia novel pop pada dekade ini. Ekspolrasi tradisi dan kehidupan “masyarakat pesantren” oleh internal pesantren sendiri merupakan sebuah keniscayaan yang patut diapresiasi, sebab merekalah yang selama ini berproses dan berdialektika langsung dengan lingkungannya..

Di dalam karyanya, mereka mencoba melihat dan menulis tentang kehidupan “masyarakat” pesantren dengan kacamata mereka sendiri. Dari kisah cinta di balik bilik pesantren, kenakalan para gus (putera kiai), kekonyolan dan kenorakan santri, hingga ketatnya kehidupan di pondok, semuanya dipaparkan secara gamblang dan apa adanya. Maka tak heran jika kemudian karya mereka bercorak “santri banget”, sebab para penulisnya memang mengalami dan melebur dengan kisah yang mereka angkat dalam karyanya.

Dalam Pangeran Bersarung, Mahbub Jamaluddin memilih mengangkat kehidupan seorang santri yang memiliki obsesi menjadi “santri sejati”. Dengan bahasa nge-pop tapi serius, dan penyampaian kocak yang diselingi dengan istilah khas pesantren, Mahbub seolah berusaha mengajak para pembaca agar menyelami kehidupan para santri secara apa adanya. Setidaknya ia menguatkan kesan welcome kepada pembaca yang belum pernah bersentuhan secara akrab dengan dunia santri untuk lebih memahami dan menyelami kehidupan pesantren. Kesan ini berbalik menjadi pesan bernosatalgia dengan pembaca yang sudah akrab dengan dunia santri.

Secara garis besar, novel ini memang menyiratkan kesan bahwa “santri juga manusia” yang membutuhkan support sebuah kisah cinta dalam menggapai cita-citanya. Pujiono, tokoh sentral dalam novel ini, digambarkan secara utuh oleh Mahbub sebagai sosok santri yang pemalu, cerdas, namun terkadang konyol. Obsesinya untuk menjadi “santri sejati” harus mengalami sebuah tantangan berat, sebab ia terlanjur jatuh cinta dengan teman sekelasnya di sekolah, Sofi. Dikatakan sebuah tantangan berat, karena dalam kehidupan santri menjalin hubungan dengan lawan jenis adalah tabu, bahkan terlarang. Problem semacam inilah yang oleh Mahbub berusaha dikupas secara mendalam, terutama di sisi psikologis Pujiono.

Pujiono kemudian dibiarkan “hidup” oleh Mahbub dengan ambiguitas dirinya. Di satu sisi Puji berusaha mencintai Sofi, meski secara diam-diam, di sisi lainnya ia malu dan takut untuk mengungkapkannya. Lalu tokoh ini oleh Mahbub digambarkan sedemikan rupa bagaimana ia berusaha menahan cintanya dan menghindari Sofi sebisanya, bahkan kemudian Puji bertekad memupuskan cintanya. Satu pertanyaan besar kemudian menggantung di benak Puji, apakah Sofi juga memendam perasaan yang sama seperti dirinya.

Pakem kisah cinta yang terbangun dalam novel ini terasa klise, hingga kemudian Mahbub “menambahkan” Puspa, sahabat Sofi yang akhirnya memiliki porsi lebih banyak dalam mempengaruhi kehidupan Puji. Dengan penggambaran sosok yang ekstrovert, funky, gaul, dan modis, sosok Puspa begitu hidup. Hingga akhirnya sosok yang oleh teman-temannya sendiri dianggap sebagai sosok yang jutek namun baik hati ini tersergap perasaan aneh ketika ia berkoalisi dengan Sofi dan Sawitri, sahabat dekatnya saat ngerjain Puji. Perasaan aneh yang menggetarkan hati Puspa itu adalah jatuh cinta (hal 258).

Saat tersergap perasaan jatuh cinta pada Pujiono inilah, Puspa harus menghadapi dilemma yang memperk

Love in Pesantren

Komar memang suka bikin ulah. Di sekolah, juga di pondok. Ia seneng banget bersembunyi di loteng kamar, menghindari gebukan sajadah Keamanan pesantren untuk membangunkan tidur santri yang molor. Masuk sekolah sering terlambat, suka berkelahi, dan biasa mbolos pelajaran dengan nongkrong di warung Mak Tarwiyah bersama Jaim, Rosi, dan Purwo. Sampai-sampai, ia dan tiga sahabatnya itu menjadi contoh anak-anak bermasalah di sekolah.

Tak heran jika Pak Rahmat, sang kepala sekolah, berhasil dibuat marah dan naik pitam oleh Komar. Apalagi, Pak Rahmat tahu kalau Komar yang urakan itu sudah berani mengenalkan cinta pada puterinya, Siti.

Perang antara Komar dan Pak Rahmat pun dimulai. Komar yang keras, jelas-jelas tidak bisa menerima sikap Bapak Kepala Sekolah yang kolot dan pemarah itu. Apalagi, Pak Rahmat memang tak kenal sama sekali dengan yang namanya cinta. Jangankan mencintai anak muridnya, bersikap penuh cinta pada keluarganya saja dia gagap.

Padahal, sebenarnya bagi Komar, masalahnya tak harus serumit perseteruan antara dirinya dengan Pak Rahmat. Jika jalan yang satu itu ditempuh juga oleh ayah kekasihnya itu. Yaitu jalan cinta. Karena kekuatan cinta bisa melunturkan kegarangan Komar sekeras baja sekalipun. )

NOVEL Santri TOmboy

Di mata teman-teman santri, Amalia Zarqo’ Zaituna adalah sosok tomboy yang pemberani. Ia paling tidak suka melihat teman-teman puterinya dibuat kalah-kalahan sama anak-anak putera. Sekali saja ia menemukan kejadian itu, tanpa segan-segan ia akan mengeluarkan jurus labrak dan bombardir peluru kemarahannya.

Zarqo’ juga tak pernah bisa diam. Apalagi yang ada hubungannya sama peraturan-peraturan yang mengikat di pesantren. Bakat usil dan ‘nakal’-nya tak pernah jera mengajaknya berpetualang, Meskipun buntutnya adalah berhadapan dengan bagian Keamanan pesantren.

Hingga suatu saat, dengan kamera pinjaman sang kakak, tanpa sengaja ia berhasil merekam pelanggaran yang dilakukan pengurus pesantren, di sebuah alun-alun kota. Dari sinilah petualangan Zarqo’ dimulai. Ia merasa bertanggung jawab untuk membongkar ketidakadilan hukum di pondoknya. Bagaimanapun pengurus adalah santri juga, dan punya kewajiban untuk menaati peraturan. Jika melanggar, sepatutnya juga mendapatkan sanksi.

Tapi, ternyata perjuangan Zarqo’ tidak semudah membalikkan telapak tangan. Ia harus berhadapan dengan semangat nepotisme para pengurus dan image miring tentang kenakalannya. Hasilnya, ia malah dituduh menyebar fitnah karena tanpa sengaja ia kehilangan barang bukti kaset kamera yang terbawa kakaknya. Untunglah, Zarqo’ tak pernah putus asa. Meskipun rambut kepalanya sudah habis digundul bagian Keamanan, ia tetap percaya diri, menjadi sosok tomboy yang pemberani dari Bilik Santri )

NOVEL CUZ LOVING YOU GUS

Cinta tidak memberikan apa-apa kecuali hanya dirinya Cinta pun tidak mengambil apa-apa kecuali dari dirinya Cinta tidak memiliki ataupun dimiliki Karena cinta telah cukup untuk dicinta (Kahlil Gibran)

Rara hafal sekali puisi itu. Malah di luar kepala. Tidak cuma edisi Indonesianya, Inggrisnya juga iya. Habis yang pertama memperkenalkan puisi itu kan gusnya, Gus Azka. Putera Romo Yai yang bisa bikin ia gemetar, kaku kemerah-merahan, bingung, dan grogi banget, hanya dengan mendengar nama dan suaranya.

Pantesan kalau Rara kemudian jadi berubah total. Dari aktivis kampus yang cuek bebek sama pondok, suka molor pagi hari emoh ngaji, suka sembunyi-sembunyi melanggar peraturan, eh… jadi Rara yang santri abis! Siap-siap jadi Ibu Nyai gitu. Jadi Bidadarinya Azka. Persis sama namanya, Haura. Artinya kan Bidadari.

Tapi, masak iya sih Rara bakal jadi Bidadarinya Gus Azka?