Rabu, 31 Maret 2010

BAB 6 : INDAHNYA BERSAMA JAMILAH

bab ini masih berbentuk DRAFT / Masih Coretan Biasa

Hari demi hari telah lama berlalu, dan aku semakin sering bertemu dengan Jamilah, menemuinya, memandangi kecantikannya, mengagumi kecerdasannya, mendengarkan suaranya yang lembut. Aku merasakan sebauh tangan gaib yang menarikku kepadanya. Setiap pertemuan memberikan padaku sebuah makna baru bagi kecantikannya dan sebuah pandangan baru ke dalam jiwa jamilah yang manis, hingga ia menjadi sebuah buku yang bisa kupahami halaman-halamannya, dan yang dapat kunyanyikan pujian-pujiannya, namun yang takkan bisa kuselesaikan membacanya. Jamilah adalah sesosok perempuan yang telah dilengkapi oleh Tuhan dengan keindahan jiwan dan raga, yang hanya bisa dipahami dengan cinta, dan hanya bisa kita sentuh dengna ketulusan.
Jamilah adalah gadis sempurna dengan kecantikan jiwa dan raga, suaranya pelan dan lembut, kata-kata yang keluar dari bibirnya seperti tetes-tetes embun jatuh dari daun mahkto abunga ketika dilanda Angin. Dan wajahnya tiada kata yang mampu mengungkapkannya yang merupakan kecantikan yang terbuat dari derita batin yang dalam dihisasi senandung surgawi yang mengalun penuh pesona. Kecantikan Jamilah berbeda dengan wajah-wajah perempuan cantik yang kebanyakan, ia laksana kilasan mimpi yang tak mungkin ditangkap dengan kuas pelukis atau pahat pematung. Kecantikannya bukanlah pada Putih wajahnya, namun pada kebaikan dan kemurnian yang melingkunginya, bukan matanya yang cemerlang, tapi pada cahaya yang memancar darinya, bukan pada bibirnya yang ranum, tapi kata-katanya yang manis, bukan tubuhnya yang laksana gading, tapi gerakannya yang penuh ekspresi. Kecantikan gadis itu tidak menonjol dari bentuk dan penampakan luarnya, tapi pada keluhuran jiwa yang menyala seperti sebuah obor putih antara langit dan bumi.
Jamilah lebih suka diam dan cuek, seperti tenggelam dalam renungan daripada banyak bicara, dan diamnya adalah semacam musik yang membawa seseorang ke dalam dunia impian yang mempbuatnya mendengarkan detak jantungnya.

Kata-kata yang diucapkan Jamilah Pagi tu meneratku diantara kenangan masa lalu dan harapan masa depanm membuatku terpaku seperti perahu yang membuang jangkar di tengah samudera.
Hatiku bergetar mendengarnya, membuatku lupa masa lalu dan seluruh wujud fana dunia – kecuali Jamilah –

Kira-kira satu jam telah berlalu, dan tiap-tiao mentnya adalah setahun cinta. Keheningan malam sinar rembulan, bunga-bunga

Kusaksikan semua perubahan di wajah Jamilah, tapi bagiku semua itu ibarat awan berlalu yang menutupi wajah sang rembulan dan membuatnya semakin menawan. Rona ksesedihan kadangkala malah membuat wajahnya yang cantik semakin menawan.


Setiap perbuatan manusia yang dikerjakan secara sembunyi-sembunyi di malam hari akan menjadi jelas terpampang di siang hari, kata-kata yang diucapkan dalam kesendirian akan tersebar menjadi pergunjingan umum yang tdak diinginkan. Demikian pula dengan perasaan Cinta Na’im kepada Jamilah.

BAB 5 - BISIKAN HATIKU

April 2009, merupakan saat dimana cintaku pada Jamilah pada Puncaknya, pasalnya Suatu sore di kala aku sedang Minum Teh bersama Abah di Ruang Tamu. “Im, Kamu sekarang Sudah Kelas 3 SMA, sudah saatnya mengerti arti kehidupan, sudah saatnya mulai mengenal Dunia yang kejam ini” Ujar Abah kepadaku. “Ya, Bah !” jawabku singkat.
“Na’Im, Anakku menurutmu Siapa Gadis yang paling sempurna di Ma’had Ini ?” Tanya Abah. “Siapa, Bah ? Kayaknya Masih Belum ada, Bah !. Si Yusri, ya Lumayan lah “ Jawabku Lagi. “Bukan, bukan dia Nak ! Yang Paling sempurna Di Ma’had ini adalah Jamilah!” Jawab Abah sembari meninggalkanku.
Mendengar jawaban itu, hatiku langsung seperti Batu, Mulutku terkunci tidak mampu berkata apa-apa, tubuhku terbujur kaku tidak mampu bergerak kemana-kemana. Seperti disambar petir di siang Bolong, perasaanku bergetar, berkaca-kaca, perasaan senang bercampur kaget, kok bisa ya Abah mengatakan kata itu padaku.
Perasaan Cintaku yang sangat padanya, ditambah Anjuran Abah tadi seperti menyempurnakan rasa cintaku pada Jamilah. Jika dipersentase, mungkin sudah 100 % rasa cintaku padaku.
Ku berpikir dalam hati, “Apa benar Jamilah adalah yang kucari selama ini, kok sampai Abah yang sama sekali tidak pernah mengajariku tentang arti cinta, tiba-tiba saja memberitahuku bahwa yang pantas aku kejar, wanita seperti Jamilah. Entah ada alasan tersembunyi apa yang tersimpan di balik pikiran Abah, sampai-sampai memberitahuku tentang Sebegitu Sempurnanya Jamilah.
Sejak sore itu, tiada sesuatu yang dapat ku lihat, selain paras ayunya jamilah, tiada suara yang mampu ku dengar selain ucapan lembut Jamilah, tiada Momen yang ku ingat, selain perilaku Jamilah. Hanya Jamilah dalam Hidupku.
Meski satu minggu lagi ada suatu momen yang paling penting, momen yang menentukan Lulus tidaknya Aku menempuh Tingkatan SMA, yaitu Ujian Akhir Nasional (UAN). Perasaan berdebar-debarku akan Jamilah mengalahkan perasaanku akan menjalani UAN. Setiap lembaran buku yang ku baca untuk belajar UAN, bukan teori-teori IPS, MTK, atau Bahasa Inggris, melainkan Hanya tentang Jamilah.
Tepat pada 20 april 2009, tepatku menjalani Ujian Akhir Nasional, Ujian yang menentukanku hasil dari menimba Ilmu selama tiga tahun. Tapi, Tetap saja wajah Cantik jamilah, menghiasi hatiku.
Sehingga aku pun tak peduli hasil UANKu, semua ini kulakukan demi Jamilah, pengorbanan yang tak mungkin dilakukan oleh siapapun, ku pasrahkan hasil Uanku pada Allah, sehingga saat Ujian akumengerjakan semampuku. karena saat UAN pun, bukannya nada dering dari telepon genggamku yang berdering, saat ada beberapa teman yang menelponku untuk meminta bantuan jawaban yang menjadi pikiranku, bukan pula tiga orang guru penjaga yang galak yang sedang ku pikirkan, bukan juga Soal-soal UAN yang rumit dan menyusahkan yang saat ini sedang ku pikirkan, melainkan Sosok Jamilah yang sedang ku pikirkan.
sehingga, 3 bulan kemudian di kala Hasil UANKU telah muncul

to be continued..

BAB 4 - Cobaan CINTAKu

Hari demi hari, minggu demi minggu, dan bulan demi Bulan, ku lalui hari-hariku untuk Jamilah. Segala Penantian dan harapanku ku korbankan, demi dirinya yang aku cinta. Waktu, tenaga, dan Materi semua ku relakan demi dirinya. harapan Hampa kegagalan terus menghantui perjuangan cintaku padanya. Tapi, semuanya tetap tidak menggoyahkan hatiku demi Jamilah
Tapi, Dunia Berkata Lain. Di kala Bulan Keenam, ku kenal dengannya. Ada kabar bahwa Jamilah sedang Dekat dengan sahabat Karibku “Hasan Huda Ash-Shoddiq” (Huda), sahabat yang selalu menemaniku kemanapun ku pergi, sahabat tempat curhatku berani-beraninya mendahuluiku, mengkhianatiku, dengan Berpacaran dengan Jamilah.
Memang ku akui ini murni kesalahanku, aku salah tidak berani cerita kepada siapapun, termasuk kepada “Hasan Huda Ash-Shoddiq” jika aku ini sedang Jatuh Cinta pada Jamilah. Aku pun juga salah, kenapa selama ini aku tidak pernah menyapa jamilah, mencoba dekat dengannya, berbicara padanya. Memang bodohnya aku, kenapa ku simpan cinta ini hanya di hati saja. Tololnya aku kenapa aku tidak berani menyatakan cintaku pada Jamilah.
Mengetahui berita Dekatnya Hubungan Jamilah dengan Huda, hatiku panas dibakar api cemburu, tapi apa hakku ? memang Jamilah bukan apa-apaku. Ku caci maki diri ini atas segala kesalahan dan perbuatan Bodohku, yang tidak mau menyatakan cintaku pada Jamilah. “Mungkin, Jamilah lebih Pantas dengan Huda, Huda yang masih kelas satu SMP saat itu dan Jamilah yang masih kelas 3 SD, terasa cocok apabila pacaran. Dekatnya jarak tingkatan sekolah, mungkin memang lebih pantas huda dibandingkan dengan aku yang sudah kelas satu SMA, jauhnya Umur dan Tingkatan Sekolah memang mungkin akan lucu apabila aku yang pacaran dengan Jamilah.” Perkataan itu terus menerus Menghantui benakku.
Tak terasa, hubungan Ali dan Jamilah makin mesra, sekarang mereka berangkat sekolah lebih pagi dari biasanya, untuk Ketemuan. Bahkan, mereka juga tidak segan-segan tidak masuk (bolos) untuk janjian ketemuan.
Suatu kala, RasaCintaku benar-benar diuji. Di kala Huda dan Jamilah berjalan bersama, Ku tak kuasa melihat tangan halus Jamilah, didekap oleh Huda, begitu pula saat tangan Huda memegang Pipi jamilah. Bahkan, saat mereka duduk bersamaan, mereka tidak segan-segan menunjukan kedekatan hubungan mereka.dengan sering bersuapan makanan. Begitu mesranya, tapi ku buang jauh-jauh rasa kebencian itu, karena aku memang sayang dengan jamilah.
Bahkan, yang lebih tragisnya setiap Malam si sahabatku Huda selalu menceritakan hubungannya dengan Jamilah, dia curhat denganku tentang bagaimana Jamilah ? ya yang namanya Sahabat Bagaimana Lagi, aku tetap mendukung Huda, karena Aku masih berusaha kuat menyimpan Rahasia cinta ini. Sehingga, setiap hari setiap waktu, Huda selalu menceritakan Kemesraannya dengan Jamilah paginya, yang memang sebenarnya itu memanaskan Hatiku ini. Tapi, harus ku sadari bahwa Huda benar-benar tidak tahu, bahwa aku juga mencintai Jamilah.
Hari-hariku kini benar seperti diterpa BaDai, tiada Hari tanpa melihat kemesraan Huda dan Jamilah, tiada malam tanpa mendengar cerita Huda dan Jamilah. Ini benar-benar Ujian yang sangat sulit, yang tidak mampu ku lewati. Tapi, aku berusaha sabar dan terus berjuang menghadapi cobaan ini.
Kesabaranku beralih menjadi khawatir, tatkala pada saat Jamilah dan Huda sedang bermesraan ketahuan salah seorang guru dari SD, memang sudah pernah aku bilangi huda, “jangan sampai bolos sekolah, karena kalian berdua masih mempunyai tanggungan menuntut ilmu”
Tapi nasehatku seolah tak berarti, mereka lebih mementingkan Nikmatnya cinta monyet demi indahnya menuntut ilmu. hingga akhirnya karena sering Huda meninggalkan jam pelajaran untuk berduaan, hingga Jamilah pun dipanggil ke kantor SD, ia dimarahi oleh semua dewan guru SD, aku khawatir kondisi psikis jamilah saat itu. “Sedihkah dia, Takutkan dia?” karena, hatiku pun juga akan sakit tatkala hatinya sakit, aku pun turut bersedih apabila dia bersedih, ketakutannya juga merupakan ketakutanku.
Masalah Jamilah berbuntut panjang, hingga Orang tua Jamilah dipanggil Ke Ma;had, begitu datang Ibu Jamilah menasehati dan menghimbau Jamilah agar Fokus pada Sekolah. Dan, menghimbau agar tidak pacaran dulu.
Hingga, muncullah keputusan Jamilah yang sebenarnya menyenangkan hatiku. yaitu "Memutuskan Huda". memang awalnya senang sih hatiku, tapi setelah melihat kemurungan Jamilah. hatiku serasa ikut menangis

to be continued

Selasa, 30 Maret 2010

Pangeran Bersarung




Jika dalam era 80-an maupun 90-an, para santri mengekspresikan karyanya dalam bentuk puisi, esai, kolom maupun artikel di media massa. Maka era 2000-an ke atas menjadi penanda bahwa karya tulis para santri lebih luas jangkauannya, termasuk merambah domain novel sastra populer. Hingga saat ini pesantren yang oleh Gus Dur disebut sebagai sub-kultur (oleh sebab memiliki tradisi dan pola kehidupan sendiri), tampak belum secara optimal diolah dalam bentuk karya (sastra) yang ditulis oleh para santri. Padahal, jika boleh diibaratkan kekayaan tradisi pesantren merupakan sebuah tambang emas yang menunggu tangan-tangan kreatif untuk mengeksplorasi secara optimal segala isinya dalam bentuk tulisan.

Maka, tidak mengherankan jika kemudian generasi yang lahir dan dibesarkan pesantren berusaha membedah pesantren melalui karyanya, termasuk dalam bentuk novel. Dengan format novel sastra populer, karya penulis muda yang semuanya pernah dididik di pondok pesantren, semisal Sachree M.Daroini, Syarifuddin, Ma’rifatun Baroroh, S.Tiny, Pijer Lestari, Zaki Zarung, Azizah Hefny, hingga Mahbub Jamaluddin banyak menghiasi dunia novel pop pada dekade ini. Ekspolrasi tradisi dan kehidupan “masyarakat pesantren” oleh internal pesantren sendiri merupakan sebuah keniscayaan yang patut diapresiasi, sebab merekalah yang selama ini berproses dan berdialektika langsung dengan lingkungannya..

Di dalam karyanya, mereka mencoba melihat dan menulis tentang kehidupan “masyarakat” pesantren dengan kacamata mereka sendiri. Dari kisah cinta di balik bilik pesantren, kenakalan para gus (putera kiai), kekonyolan dan kenorakan santri, hingga ketatnya kehidupan di pondok, semuanya dipaparkan secara gamblang dan apa adanya. Maka tak heran jika kemudian karya mereka bercorak “santri banget”, sebab para penulisnya memang mengalami dan melebur dengan kisah yang mereka angkat dalam karyanya.

Dalam Pangeran Bersarung, Mahbub Jamaluddin memilih mengangkat kehidupan seorang santri yang memiliki obsesi menjadi “santri sejati”. Dengan bahasa nge-pop tapi serius, dan penyampaian kocak yang diselingi dengan istilah khas pesantren, Mahbub seolah berusaha mengajak para pembaca agar menyelami kehidupan para santri secara apa adanya. Setidaknya ia menguatkan kesan welcome kepada pembaca yang belum pernah bersentuhan secara akrab dengan dunia santri untuk lebih memahami dan menyelami kehidupan pesantren. Kesan ini berbalik menjadi pesan bernosatalgia dengan pembaca yang sudah akrab dengan dunia santri.

Secara garis besar, novel ini memang menyiratkan kesan bahwa “santri juga manusia” yang membutuhkan support sebuah kisah cinta dalam menggapai cita-citanya. Pujiono, tokoh sentral dalam novel ini, digambarkan secara utuh oleh Mahbub sebagai sosok santri yang pemalu, cerdas, namun terkadang konyol. Obsesinya untuk menjadi “santri sejati” harus mengalami sebuah tantangan berat, sebab ia terlanjur jatuh cinta dengan teman sekelasnya di sekolah, Sofi. Dikatakan sebuah tantangan berat, karena dalam kehidupan santri menjalin hubungan dengan lawan jenis adalah tabu, bahkan terlarang. Problem semacam inilah yang oleh Mahbub berusaha dikupas secara mendalam, terutama di sisi psikologis Pujiono.

Pujiono kemudian dibiarkan “hidup” oleh Mahbub dengan ambiguitas dirinya. Di satu sisi Puji berusaha mencintai Sofi, meski secara diam-diam, di sisi lainnya ia malu dan takut untuk mengungkapkannya. Lalu tokoh ini oleh Mahbub digambarkan sedemikan rupa bagaimana ia berusaha menahan cintanya dan menghindari Sofi sebisanya, bahkan kemudian Puji bertekad memupuskan cintanya. Satu pertanyaan besar kemudian menggantung di benak Puji, apakah Sofi juga memendam perasaan yang sama seperti dirinya.

Pakem kisah cinta yang terbangun dalam novel ini terasa klise, hingga kemudian Mahbub “menambahkan” Puspa, sahabat Sofi yang akhirnya memiliki porsi lebih banyak dalam mempengaruhi kehidupan Puji. Dengan penggambaran sosok yang ekstrovert, funky, gaul, dan modis, sosok Puspa begitu hidup. Hingga akhirnya sosok yang oleh teman-temannya sendiri dianggap sebagai sosok yang jutek namun baik hati ini tersergap perasaan aneh ketika ia berkoalisi dengan Sofi dan Sawitri, sahabat dekatnya saat ngerjain Puji. Perasaan aneh yang menggetarkan hati Puspa itu adalah jatuh cinta (hal 258).

Saat tersergap perasaan jatuh cinta pada Pujiono inilah, Puspa harus menghadapi dilemma yang memperk

Love in Pesantren

Komar memang suka bikin ulah. Di sekolah, juga di pondok. Ia seneng banget bersembunyi di loteng kamar, menghindari gebukan sajadah Keamanan pesantren untuk membangunkan tidur santri yang molor. Masuk sekolah sering terlambat, suka berkelahi, dan biasa mbolos pelajaran dengan nongkrong di warung Mak Tarwiyah bersama Jaim, Rosi, dan Purwo. Sampai-sampai, ia dan tiga sahabatnya itu menjadi contoh anak-anak bermasalah di sekolah.

Tak heran jika Pak Rahmat, sang kepala sekolah, berhasil dibuat marah dan naik pitam oleh Komar. Apalagi, Pak Rahmat tahu kalau Komar yang urakan itu sudah berani mengenalkan cinta pada puterinya, Siti.

Perang antara Komar dan Pak Rahmat pun dimulai. Komar yang keras, jelas-jelas tidak bisa menerima sikap Bapak Kepala Sekolah yang kolot dan pemarah itu. Apalagi, Pak Rahmat memang tak kenal sama sekali dengan yang namanya cinta. Jangankan mencintai anak muridnya, bersikap penuh cinta pada keluarganya saja dia gagap.

Padahal, sebenarnya bagi Komar, masalahnya tak harus serumit perseteruan antara dirinya dengan Pak Rahmat. Jika jalan yang satu itu ditempuh juga oleh ayah kekasihnya itu. Yaitu jalan cinta. Karena kekuatan cinta bisa melunturkan kegarangan Komar sekeras baja sekalipun. )

NOVEL Santri TOmboy

Di mata teman-teman santri, Amalia Zarqo’ Zaituna adalah sosok tomboy yang pemberani. Ia paling tidak suka melihat teman-teman puterinya dibuat kalah-kalahan sama anak-anak putera. Sekali saja ia menemukan kejadian itu, tanpa segan-segan ia akan mengeluarkan jurus labrak dan bombardir peluru kemarahannya.

Zarqo’ juga tak pernah bisa diam. Apalagi yang ada hubungannya sama peraturan-peraturan yang mengikat di pesantren. Bakat usil dan ‘nakal’-nya tak pernah jera mengajaknya berpetualang, Meskipun buntutnya adalah berhadapan dengan bagian Keamanan pesantren.

Hingga suatu saat, dengan kamera pinjaman sang kakak, tanpa sengaja ia berhasil merekam pelanggaran yang dilakukan pengurus pesantren, di sebuah alun-alun kota. Dari sinilah petualangan Zarqo’ dimulai. Ia merasa bertanggung jawab untuk membongkar ketidakadilan hukum di pondoknya. Bagaimanapun pengurus adalah santri juga, dan punya kewajiban untuk menaati peraturan. Jika melanggar, sepatutnya juga mendapatkan sanksi.

Tapi, ternyata perjuangan Zarqo’ tidak semudah membalikkan telapak tangan. Ia harus berhadapan dengan semangat nepotisme para pengurus dan image miring tentang kenakalannya. Hasilnya, ia malah dituduh menyebar fitnah karena tanpa sengaja ia kehilangan barang bukti kaset kamera yang terbawa kakaknya. Untunglah, Zarqo’ tak pernah putus asa. Meskipun rambut kepalanya sudah habis digundul bagian Keamanan, ia tetap percaya diri, menjadi sosok tomboy yang pemberani dari Bilik Santri )

NOVEL CUZ LOVING YOU GUS

Cinta tidak memberikan apa-apa kecuali hanya dirinya Cinta pun tidak mengambil apa-apa kecuali dari dirinya Cinta tidak memiliki ataupun dimiliki Karena cinta telah cukup untuk dicinta (Kahlil Gibran)

Rara hafal sekali puisi itu. Malah di luar kepala. Tidak cuma edisi Indonesianya, Inggrisnya juga iya. Habis yang pertama memperkenalkan puisi itu kan gusnya, Gus Azka. Putera Romo Yai yang bisa bikin ia gemetar, kaku kemerah-merahan, bingung, dan grogi banget, hanya dengan mendengar nama dan suaranya.

Pantesan kalau Rara kemudian jadi berubah total. Dari aktivis kampus yang cuek bebek sama pondok, suka molor pagi hari emoh ngaji, suka sembunyi-sembunyi melanggar peraturan, eh… jadi Rara yang santri abis! Siap-siap jadi Ibu Nyai gitu. Jadi Bidadarinya Azka. Persis sama namanya, Haura. Artinya kan Bidadari.

Tapi, masak iya sih Rara bakal jadi Bidadarinya Gus Azka?

NOVEL JERAWAT SANTRI

Apa yang akan kamu lakukan ketika di usia 15 tahun, kamu belum juga menemukan tanda-tanda kedewasaan, fisik dan psikis, pada dirimu? Masih pakai kaos dalam, sementara teman-teman yang lain sudah pakai bra? Belum kenal bedak apalagi merasa suka sama cowok? Sibuk membayangkan bagaimana menstruasi itu, sementara teman-teman kamu sudah sibuk memilih pembalut yang cocok? Kira-kira, kamu akan biasa-biasa saja, atau jangan-jangan akan gelisah dan cemas seperti Launa?

Yap! Launa memang cemas. Meskipun ia tahu persis usia datangnya perubahan fisik dan psikis pada seseorang tak bisa disamakan. Apalagi belakangan tambah banyak saja pertanyaan dan gojlokan yang muaranya ke tanda-tanda kedewasaan itu. Membuat Launa sadar betul kalau dirinya memang telat! Karena di antara 30 anak yang menghuni kamar Pena 4, kamar yang ia tinggali sejak pertama masuk pesantren, cuma dirinya saja yang masih “anak-anak”, belum menstruasi! Lengkap sudah kecemasannya. Dan, sejak saat itu ia terus bertanya-tanya: Kapan aku bisa seperti mereka?

Ini adalah potret psikologi seorang Launa yang tinggal di pesantren. Pada saat ia jauh dari orang tua, ternyata sahabat adalah sosok kedua yang bisa berperan dalam proses kedewasaannya. Dari sekadar menjadi tempat bertanya tentang bagaimana memakai pembalut yang benar, tentang cinta, sampai tempat belajar untuk menentukan pilihan sikap. Yang jelas, karena sahabat juga, Launa menjadi paham, kalau usia tua itu pasti, sementara dewasa adalah pilihan )

FILM PESANTREN ROMANTIS



Abdullah Khairul Azzam – 28 tahun- pemuda tampan dan cerdas dari sebuah desa di Jawa Tengah. Dari kecil, Azzam sudah terlihat sebagai anak yang sangat baik budi pekertinya. Atas usahanya yang gigih dia berhasil memperoleh bea siswa untuk belajar di Al Azhar Mesir selepas menamatkan Aliyah di desanya.

Baru setahun di Kairo dan menjadi mahasiswa berprestasi peraih predikat Jayyid Jiddan (Lulus dengan Sempurna), ayahnya meninggal dunia. Sebagai anak tertua Azzam mau tidak mau harus bertanggung jawab atas kehidupan keluarganya, dikarenakan adiknya masih kecil-kecil. Sementara itu, dia sendiri harus menyelesaikan studinya di Negara orang. Akhirnya dia mulai membagi waktu untuk belajar dan mencari nafkah. Ia mulai membuat tempe dan bakso yang ia pasarkan di lingkungan KBRI dia Kairo. Berkat keahlian dan keuletannya dalam memasak, Azzam menjadi populer dan dekat dengan kalangan staf KBRI di Cairo. Tapi hal itu berimbas pada kuliah Azzam, sudah 9 tahun berlalu, ia belum juga menyelesaikan kuliahnya.

Seringnya Azzam mendapatkan job di KBRI Cairo mempertemukan ia dengan Puteri Duta Besar, Eliana Pramesthi Alam. Eliana adalah lulusan EHESS Perancis yang melanjutkan S-2 nya di American University in Cairo. Selain cerdas, Eliana juga terkenal di kalangan mahasiswa karena kecantikannya. Ia bahkan pernah diminta main di salah satu film produksi Hollywood, juga untuk Film layar lebar dan Sinetron di Jakarta. Segudang prestasi dan juga kecantikan Eliana membuat Azzam menaruh hati pada Eliana. Tetapi Azzam urung menjalin hubungan lebih dekat dengan Eliana, karena selain sifat dan kehidupannya yang sedikit bertolak belakang dengan Azzam, juga karena nasihat dari Pak Ali, supir KBRI yang sangat dekat dengan keluarga Eliana.

Apa yang dikatakan Pak Ali cukup terngiang-ngiang di benaknya, bahwa ada seorang gadis yang lebih cocok untuk Azzam. Azzam disarankan untuk buru-buru mengkhitbah (melamar) seorang mahasiswa cantik yang tak kalah cerdasnya dengan Eliana. Dia bernama Anna Althafunnisa, S-1 dari Kuliyyatul Banaat di Alexandria dan sedang mengambil S-2 di Kuliyyatul Banaat Al Azhar – Cairo, yang juga menguasai bahasa Inggris, Arab dan Mandarin. menurut Pak Ali, kelebihan Anna dari Eliana adalah bahwa Anna memakai jilbab dan sholehah, bapaknya seorang Kiai Pesantren bernama Kiai Luthfi Hakim.

Ada keinginan Khaerul Azzam untuk menghkhitbah Anna walaupun ia belum pernah bertemu atau melihat Anna. Karena tidak punya biaya untuk pulang ke Indonesia, Pak Ali menyarankan supaya melamar lewat pamannya yang ada di Cairo, yaitu Ustadz Mujab, dimana Azzam sudah sangat mengenal ustadz itu. Dengan niat penuh dia pun datang ke ustadz Mujab untuk mengkhitbah Anna Althafunnisa. Tapi ternyata lamaran itu ditolak atas dasar status. Karena S-1 Azzam yang tidak juga selesai, dan lebih dikenal karena jualan tempe dan baso. Selain itu, Anna telah dikhitbah lebih dulu oleh seorang pria yang alih-alih adalah Furqon, sahabat Azzam yang juga mahasiswa dari keluarga kaya yang juga cerdas dimana dalam waktu dekat akan menyelesaikan S-2 nya. Azzam bisa menerima alasan itu, meskipun hatinya cukup perih.

Tetapi kemudian Furqon mendapat musibah yang sangat menghancurkan harapan-harapan hidupnya. Hal tersebut membuatnya menghadapi dilemma antara ia harus tetap menikahi Anna yang telah dikhitbahnya, tetapi itu juga sekaligus akan dapat menghancurkan hidup Anna.

Sementara itu Ayyatul Husna, adik Azzam yang sering mengirim berita dari kampung, membawa kabar yang cukup meringankan hati Azzam. Agar Azzam tidak perlu lagi mengirim uang ke kampung dan lebih berkonsentrasi menyelesaikan kuliahnya. Karena selain Husna telah lulus kuliah di UNS, ia juga sudah bekerja sebagai Psikolog. Keahlian Husna dalam menulis sudah membuahkan hasil. Penghasilan Husna cukup dapat membiayai kebutuhan adiknya yang mengambil program D-3, serta adik bontotnya yang bernama Sarah yang masih mondok di Pesantren.

Azzam yang sudah sangat rindu dengan keluarganya memutuskan untuk serius dalam belajar, hingga akhirnya berhasil lulus. Azzam pun menepati janjinya ke keluarganya untuk kembali ke kampong dan segera mencari jodoh di sana, memenuhi amanat ibunya. Walaupun sebenarnya masih terbersit sedikit harapan untuk tetap mendapatkan hati Anna.

Apakah mungkin Azzam akan berjodoh dengan Anna? Ataukah Eliana yang sebenarnya juga masih penasaran dengan Azzam? Ataukah Azzam berhasil menemukan tambatan hatinya di Indonesia?..

---



Kisah tentang 3 sahabat karib yakni Huda ( Nicholas Saputra ), Rian ( Yoga Pratama ) dan Syahid ( Yoga Bagus ) yang saat itu tinggal di sebuah pesantren kota kecil di jawa Tengah. Saat ini mereka punya rencana setelah lulus dari pesantren dan SMA 1 bulan lagi. Mereka bertiga sering berkumpul di suatu tempat yang merupakan lokasi rahasia di sebuah dinding tua belakang pesantren yang mana ada coretan dan tulisan harapan serta impian hidup mereka.

Huda yang diperankan oleh Nicholas Saputra ingin mencari ibunya yang kabarnya ada di jakarta, lalu bertemu dengan Dona Satelit yang diperankan oleh Dian Sastrowardoyo. Di film ini, Dian Sastrowardoyo di pertemukan kembali dengan Nicholas Saputra setelah membintangi film “Ada Apa Dengan Cinta“. Dian memainkan peran sebagai penyanyi dangdut amatir yang seksi dan mempunyai impian menjadi bintang yang terkenal di Jakarta. Bisa anda tebak sendiri, diantara mereka pasti tertuang benih cinta dan asmara. HeHeHe …
Sedangkan Rian ( diperankan oleh Yoga Pratama ) yang mana santri dari kota besar mendapatkan kado Handycam dari Ibunya saat ulang tahun. Pada waktu itu ada sebuah event layar tancap bebarengan dengan pasar malam, membuat Rian semakin tergila – gila dengan kamera. Disamping itu Rian ingin melanjutkan bisnis ayahanda.

Lalu Syahid ( diperankan oleh Yoga Bagus ) yang berasal dari keluarga tidak mampu, terjadi musibah yakni ayahnya sakit keras. Disaat itu Syahid mempunyai rencana besar dalam hidupnya dan akan memberikan efek besar bagi dua temannya, Rian dan Huda. Rencana apakah itu ? Lalu Bagaimana dengan kehidupan mereka selanjutnya ? Apakah sesuai dengan mimpi dan harapan yang tertulis di tempat rahasia itu ? Nonton Aja dan jangan lewatkan film ini …

----




Pesantren Cinta bercerita tentang sekelompok mahasiswa dari Jakarta yang datang ke sebuah desa santri di kaki sebuah gunung di Yogjakarta. Di antara sekelompok mahasiswa itu, tersebutlah Kathy, seorang gadis cantik yang menganut gaya hidup barat. Namun kehidupan Kathy berubah setelah ia bertemu dengan Hisyam seorang pemuda teladan dan berbudi pekerti luhur. Kathy lama-lama tertarik untuk mendalami Islam dan berusaha menjadi seorang wanita muslimah. Namun usahanya selalu mendapat godaan dan rintangan dari teman-temannya.

----



Ini adalah kisah cinta. Tapi bukan cuma sekedar kisah cinta yang biasa. Ini tentang bagaimana menghadapi turun-naiknya persoalan hidup dengan cara Islam. Fahri bin Abdillah adalah pelajar Indonesia yang berusaha menggapai gelar masternya di Al Ahzar. Berjibaku dengan panas-debu Mesir. Berkutat dengan berbagai macam target dan kesederhanaan hidup. Bertahan dengan menjadi penerjemah buku-buku agama. Semua target dijalani Fahri dengan penuh antusiasme kecuali satu: menikah.


Kenapa? Karena Fahri adalah laki-laki taat yang begitu ‘lurus’. Dia tidak mengenal pacaran sebelum menikah. Dia kurang artikulatif saat berhadapan dengan mahluk bernama perempuan. Hanya ada sedikit perempuan yang dekat dengannya selama ini. Neneknya, Ibunya dan saudara perempuannya.

Betul begitu? Sepertinya pindah ke Mesir membuat hal itu berubah. Tersebutlah Maria Girgis. Tetangga satu flat yang beragama Kristen Koptik tapi mengagumi Al Quran. Dan menganggumi Fahri. Kekaguman yang berubah menjadi cinta. Sayang cinta Maria hanya tercurah dalam diary saja.

Lalu ada Nurul. Anak seorang kyai terkenal yang juga mengeruk ilmu di Al Azhar. Sebenarnya Fahri menaruh hati pada gadis manis ini. Sayang rasa mindernya yang hanya anak keturunan petani membuatnya tidak pernah menunjukkan rasa apa pun pada Nurul. Sementara Nurul pun menjadi ragu dan selalu menebak-nebak.

Setelah itu ada Noura. Juga tetangga yang selalu disika Ayahnya sendiri. Fahri berempati penuh dengan Noura dan ingin menolongnya. Sayang hanya empati saja. Tidak lebih. Namun Noura yang mengharap lebih. Dan nantinya ini menjadi masalah besar ketika Noura menuduh Fahri memperkosanya.

Terakhir muncullah Aisha. Si mata indah yang menyihir Fahri. Sejak sebuah kejadian di metro, saat Fahri membela Islam dari tuduhan kolot dan kaku, Aisha jatuh cinta pada Fahri. Dan Fahri juga tidak bisa membohongi hatinya.

Lalu bagaimana bocah desa nan lurus itu menghadapi ini semua? Siapa yang dipilihnya? Bisakah dia menjalani semua dalam jalur Islam yang sangat dia yakini?

-----



Sinopsis PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN Trailer :
Ini adalah sebuah kisah pengorbanan seorang perempuan, Seorang anak kyai Salafiah sekaligus seorang ibu dan isteri. Anissa (Revalina S Temat), seorang perempuan dengan pendirian kuat, cantik dan cerdas. Anissa hidup dalam lingkungan keluarga kyai di pesantren Salafiah putri Al Huda, Jawa Timur yang konservatif. Baginya ilmu sejati dan benar hanyalah Quran, Hadist dan Sunnah. Buku modern dianggap menyimpang

Dalam pesantren Salafiah putri Al Huda diajarkan bagaimana menjadi seorang perempuan muslim dimana pelajaran itu membuat Anissa beranggapan bahwa Islam membela laki-laki, perempuan sangat lemah dan tidak seimbang

Tapi protes Anissa selalu dianggap rengekan anak kecil. Hanya Khudori (Oka Antara), paman dari pihak Ibu, yang selalu menemani Anissa. Menghiburnya sekaligus menyajikan dunia yang lain bagi Anissa. Diam-diam Anissa menaruh hati kepada Khudori. Tapi cinta itu tidak terbalas karena Khudori menyadari dirinya masih ada hubungan dekat dengan keluarga Kyai Hanan (Joshua Pandelaky), sekalipun bukan sedarah. Hal itu membuat Khudori selalu mencoba membunuh cintanya. Sampai akhirnya Khudori melanjutkan sekolah ke Kairo. Secara diam-diam Anissa mendaftarkan kuliah ke Jogja dan diterima tapi Kyai Hanan tidak mengijinkan, dengan alasan bisa menimbulkan fitnah, ketika seorang perempuan belum menikah berada sendirian jauh dari orang tua. Anissa merengek dan protes dengan alasan ayahnya.

Akhirnya Anissa malah dinikahkan dengan Samsudin (Reza Rahadian), seorang anak Kyai dari pesantren Salaf terbesar di Jawa Timur. Sekalipun hati Anissa berontak, tapi pernikahan itu dilangsungkan juga. Kenyataan Samsudin menikah lagi dengan Kalsum (Francine Roosenda). Harapan untuk menjadi perempuan muslimah yang mandiri bagi Anissa seketika runtuh

Dalam kiprahnya itu, Anissa dipertemukan lagi dengan Khudori. Keduanya masih sama-sama mencintai.

Apakah cinta anissa dan Khudori berakhir di pernikahan? Bagaimana hubungan Anissa dan kedua orang tuanya dan Samsudin suaminya? Apakah Anissa dapat menjadi muslimah seperti yang diinginkan orang tuanya?

Senin, 29 Maret 2010

BAB 3 : Aktifitas Sehari-hariku

Hari-hariku tidak seperti biasanya kini, beruntung pada kelas satu, karena SMA-ku masih belum memiliki jumlah kelas yang cukup, untuk semua kelas satu oleh pihak sekolah dimasukkan pada siang hari, sehingga pagi harinya aku berada di Asrama Putra Ma’hadku, sekadar main dan menanyakan tugas sekolah kepada santri yang memang satu kelas denganku di SMA.
Tapi sebenarnya itu hanya sekedar saja, yang terpenting adalah saat pagi hari, ku lakukan kebiasaanku pada pagi hari, membaca koran, sambil menenggak secangkir kopi, dan Sepiring Pisang goreng hangat, tapi tak seperti biasanya yang dimana aku melakukan di dalam rumah sambil nonton T V juga. Tapi sejak ada Jamilah, aku pindah di Depan Rumah, tepatnya di teras Rumahku.
Ku tunggu Jamilah berangkat Sekolah, ku pandangi dia saat bermain di Halaman sekolah SD dengan teman-temannya, yang dimana SD Ma’hadku memang berada di Depan Rumah. Jadi, dari ruang tamu rumahku Semua Bagian SD terpampang jelas di mataku.
Tanpa sengaja, terkadang ku lihat dia lewat di depanku, melihat pancaran matanya, indahnya paras cantik wajahnya, Manisnya bibirnya saat tersenyum, dan mulianya perkataan dan canda tawanya yang selalu terngiang di kepalaku. Ku tunggu dia, setiap hari setiap pagi. Tak peduli dia sedang masuk di dalam kelas, mendengarkan dan memperhatikan gurunya di kelas. Tapi, meski aku tidak melihat dirinya, aku tetap tegar menanti bel istirahat atau bel pulang, saat dimana dia akan keluar kelas, yang dimana aku dapat melihat Pesona Ayunya.
Bahkan pada Siangnya pun , saat dimana Aku harus sekolah. Semua konsentrasiku akan pelajaran serasa hilang, berbagai teori-teori & rumus-rumus baru, yang diajarkan padaku tidak mampu mengalahkan pikiranku yang sedang selalu memikirkan Jamilah, bahkan bayangannya serasa selalu berada di sampingku. Bahkan saat jam kosong atau sedang istirahat, ku sempat-sempatkan untuk pulang ke Rumah, barangkali ku bisa melihat Jamilah. Meski Lebih sering, tidak ketemunya, aku tetap menyempatkan diriku ini untk pulang ke rumah saat jam kosong dan Istrihat, demi Jamilah.
Malamnya pun, jamilah tetap berlabuh di Hatiku. Kegelapan malam dapat menyembunyikan pohon-pohon dan bunga-bunga, tapi, Rasa Cintaku pada Jamilah tidak akan mampu ditutupi oleh kegelapan Malam sekalipun. Meski Matahari telah pergi jauh, meski semua insan terdiam, tertutup matanya, menikmati indahnya alam mimpi, meski di kala kesunyian malam menemaniku, Rasa cinta itu masih tetap ada. Tak peduli Dewa Mimpi, memaksa kedua bola mataku untuk beritirahat, tapi hati ini serasa tidak rela untuk melewatkan detik-detik malamku demi memikirkan jamilah. Ku tak mau kehilangan sekian detik saja, tanpa ada jamilah di Hatiku.
Terkadang, dalam malamku ku menangis sendiri, menangisi ketidak mampuanku memiliki jamilah, ku memohon kepada Allah, agar Ditambahkan cintaku pada Jamilah, dan semoga Memberikan Panah asmara pula kepada Jamilah, agar mau padaku.
Tapi, ku tak berani menyatakan rasa cintaku padanya, karena ku tahu dia masih kelas 3 SD, masih Seusia 9 tahun, sedang aku 15 tahun. Sebenarnya, sah-sah saja andai aku bersama dengannya, memadu kasih berdua dengannya. Seperti halnya Rasulullah yang menikahi siti aisyah, pada saat masih berusia 9 tahun pula, sama dengan Jamilah.
Tapi rasa cintaku ini, sudah tidak mampu ku bendung lagi, bahkan Ratusan hati pun, belum cukup untuk menampung rasa cintaku pada Jamilah. Ini benar-benar cinta sejati, Jamilah benar-benar Pujaan hatiku, perempuan yang kudamba-dambakan selama ini, perempuan yang kunjunjung tinggi kehormatannya.
Tapi, setiap kali ku memikirkannya. tetesan air mata, selalu membasahi pipiku, menangisi kebodohan yang tidak berani Menyatakan cinta padanya. Karena aku yakin, bahwa Cinta yang selalu dibasuh oleh air mata, akan tetap indah dan suci selamanya. Begitu pula dengan cintaku pada Jamilah, yang tak akan terlekang oleh waktu, yang tak akan terkikis oleh masa, dan tak akan tergoda oleh perempuan manapun.
Ku lalui hari-hariku, terus Menerus begitu, selalu Jamilah lah yang ada di Hatiku. Tiap benda Yang ku pandang, bukan benda itu yang nampak, melainkan sosok Jamilah yang sangat mempesona.

BAB 2 - Perkenalan Yang Mendebarkan

Di Kala perjalanan Pulang, sambil terus berkeliling mencari SOSOk Gadis itu, ku lewati SD Negeri di Ma’hadku. Tanpa sengaja, ku bertemu dengan Gadis yang membuat hidupku bnerubah dua hari terakhir ini, tapi kenapa Gadis itu Berseragam SD, Berkemeja dan berkerudung Putih, dan bercelana Merah.
Tapi rasa heranku terus menekanku, kok bisa Gadis Seusia SD mampu menjerat hatiku, memang sih Pawakannya Gadis tersebut memang sudah seperti anak seusia SMA, tingginya saja sudah seperti tinggiku. Tapi, rasa kecewaku akan hasil pencarianku ini tidak mengalahkan perasaan sayangku kepadanya. Sayang yang terbangun cepat, di kala pandangan pertamaku padanya.
Setelah ku mengetahui gadis tersebut, ku bergegas menuju kantor ma’hadku. Dan kucari Data santri Baru SD, ku cari identitas dirinya. Lembar demi lembar kubuka, dan akhirnya kutemukan Nama Gadis yang menggetarkan hatiku. ”Najmiatul Jamilah Alya Ma’arif” ku baca Namanya dengan pelan, sambil merasuk ke dalam sukmaku.
Ternyata nama dari Gadis itu adalah “Jamilah” nama yang sesuai dengan dirinya yang Cantik. tiap huruf dari namanya merasuk ke dalam Kalbuku. Sebuah nama yang tak mungkin ku lupakan, yang akan selalu kukenang dalam seluruh hidupku.
Siangnya, saat jam Makan siang, aku melakukan kebiasaanku setelah sholat dhuhur, meminum Soft Drink dingin, di depan ruang tamu. Ternyata, di saat aku sedang menikmati softdrink kesukaanku, tak biasanya aku tersedak oleh minuman yang selama ini biasa ku minum, hal ini karena Si Jamilah lewat di depanku untuk mengambil piket makan, memang di Ma’hadku semua santri mengambil jatah makan di Dapur, yang memang ditempatkan di Rumahnya, terutama bagi santri putri yang memang harus melewati Ruang Tamu depanku apabila ingin mengambil jatah Makan.
“Permisi.... mas !” ucapnya lembut. Sungguh benar-benar suara yang membuatku mabuk kepayang, suara yang benar-benar lembut. Suara yang menggetarkan tulang rusukku. “Apakah ini yang dinamakan Cinta ?” tanyaku dalam hati.
“Ya, Silahkan !” Jawabku yang salah tingkah karena bertemu seorang bidadari surga yang turun dari langit, yang diturunkan oleh tuhan untuk membimbingku tentang arti cinta.
Ku ingat pesan dari Kahlil Gibran, seorang penyair cinta dari Lebanon "Apabila cinta memanggilmu, ikutilah dia, walau jalannya terjal berliku - liku. Dan apabila sayapnya merangkuhmu, pasrah dan menyerahlah kepadanya walau pedang yang tersembunyi di sayap itu melukaimu. Dan jika dia bicara kepadamu, Percayalah, walau ucapannya membuyarkan mimpimu, bagai angin utara mengobrak - abrik pertamanan."
Memang cinta itu buta, tidak mengenal siapa yang mencintai dan siapa yang mencintai, cinta akan selalu tumbuh di hati setiap manusia, tanpa peduli jabatan, profesi orang yang akan dipanahkan candu asmara di hatinya. Cinta juga tak mengenal usia, tak peduli muda, dewasa, tua, apabila sudah cinta tiada yang mampu menolaknya. Seperti halnya dengan aku, Na’m Attaqi, seorang Pemuda yang sudah kelas 1 SMA, merasakan sebuah cinta yang tulus kepada “Najmiah Jamilah Alya Ma’arif” seorang gadis yang masih kelas 3 SD, seorang gadis yang terpaut Usia dan waktu Olehku, seorang Gadis yang tiba-tiba muncul dalam kehidupanku.

BAB 1 - Pertemuan Awal

Di sebuah daerah di Putra Selo, Toyo Arum, Jawa Timur, tepatnya di Ma’had, tinggallah aku , Na’im At-taqie,yang biasa dipanggil Na’im.
Minggu, 16 Juli 2006 Merupakan hari yang amat mendebar-debarkan bagi diriku, karena Hari itu merupakan Hari terakhir liburanku, tinggal satu hari lagi aku akan memasuki masa-masa SMA, masa yang dimana kata kebanyakan orang, Masa Emas para Remaja, dimana akan ada banyak peristiwa yang lebih menyenangkan, dan lebih mengasyikkan dari Masa SMP.
Seperti kebanyakan anak lain, semuanya sedang sibuk menyiapkan Peralatan-peralatan MOS (Masa Orientasi Siswa) masa perkenalan bagi Para Siswa baru di SMA, tepat pukul 07.00 wib. Aku sudah berniat untuk membeli peralatan MOS,
namun takdir berkata lain, di kala aku baru saja beranjak meninggalkan pintu rumahku, aku melihat sesosok perempuan yang sangat istimewa, perempuan itu sangat beda dengan semua perempuan cantik yang telah aku temui, perempuan itu sangat sempurna, semua tulang rusukku terasa bergetar melihat kedatangan perempuan tersebut yang berjalan menuju gerbang asrama Putri Ma’hadku, sambil membawa sebuah tas dan bantal Guling.
Ku berpikir dalam hati , “Siapa Gerangan perempuan itu ? Santri bukan, karena tidak ada santri di ma’hadku yang seperti itu, dan memang kayaknya baru kali ini aku melihat wanta itu, tapi kalau orang kampung juga ngapain membawa tas masuk ke gerbang putri!” atau jangan-jangan dia santri Baru, santri yang akan sama-sama masuk SMA, dan akan satu sekolahan denganku.
Khayalanku tersentak, tatkala ada suara yang sangat merdu, suara yang mampu menenangkan jiwa ini, memasuki lubang telingaku. ”Permisi, Mas” ucap perempuan tadi.. serontak ku langsung kaget, sambil berkata, ”Ya,... mbak.. ?” . aku bingung sendiri, kenapa ya Aku kok salah tingkah seperti ini.
Niat untuk membeli peralatan MOS pun batal, semua pikiranku tiba-tiba fokus memikirkan Gadist itu. aku pun langsung bergegas menuju kantor ma’hadku, dan bertanya pada Panitia Siswa baru Ma’had, ”Pak, Data Anak Santri Baru SMA mana ?” tanyaku. ”ini GUS, ada apa tho gus, kok kayaknya keburu-keburu ?” tanya Panita padaku. ”sudah mana datanya, ini EMERGENCY , hehehehe....!” jawabku sambil tertawa.
Kuambil data santri baru SMA, kubuka lembar demi lembar, kubaca baris demi baris, kuamati foto demi foto, tapi semuanya tidak ada foto perempuan itu..
“nyari namanya siapa tho gus ? nyari cewek ya ?” tanya panitia penasaran padaku. “nggak, Cuma nyari temen lama katanya mau mondok kesini .. eh ternyata gak ada datanya” jawabku asal.
Pulang dengan tangan hampa, membuat ku semakin penasaran dengan sosok perempuan tadi, ku kelillingi semua sekolah, asrama, dan semua ruang di ma’hadku, tapi tak ku temukan dia. Akhirnya, aku pun pulang ke rumah, melakukan aktivitas kegemaranku, “NONTON TV”. Tapi kali ini ada perasaan yang lain, saat nonton tv bayangan wajahnya terngiang di kepalaku. Di layar kaca telivisi tidak nampak acara kesukaanku, melainkan wajah perempuan itu. Setiap apa yang ku lihat, hanya wajah perempuan itu yang ada dalam pandanganku. Apakah ini yang disebut cinta pada pandangan pertama ? apakah aku sedang dimabuk anggur asmara yang membuat aku mengkhayalkan apa-apa yang tak pernah ada, ataukah rasa cinta ini yang membutakan mata kepalaku dan membuat aku membayangkan kecemerlangan matanya, kemanisan mulutnya, dan keanggunan sosok tubuhnya ?
Aku tidak tahu pasti jawaban pertanyaan pertanyaan yang dengan tiba-tiba saja muncul memenuhi kesadaranku. Tapi memang ku akui, bahwa perasaan ini merupakan perasaan yang tak pernah kurasakan sebelumnyam sebuah cita rasa baru yang dengan tenteramnya bersemayam dalam hatiku, seperti roh yang melayang-layang di atas lautan pada penciptaan dunia, dan dari cita rasa itu lahir kebahagiaan dan kesedihan.
Wajah perempuan itu terus saja menghantuiku, bahkan sampai saat ku akan tidur, wajahnya masih saja muncul di pelupuk mataku, hingga dalam tidurku, perempuan itu masuk ke dalam mimpiku.
Hingga Keesokan Harinya, saat dimana aku harus melaksanakan kewajibanku mengikuti proram pra sekolah, atau yang lebih biasa dikenal dengan MOS, ku lihat pagi-pagi benar, ada ratusan anak dengan Pakaian putih dan celana hitam bergerombol di depan gerbang SMA sambil memakai aksesoris aneh, bahkan hampir kayak orang gila.
Begitulah Masa Orientasi Siswa SMA, memang habis Shubuh ku langsung mandi, dan memakai seragam MOS, tapi ku tidak seperti layaknya anak-anak yang lain, aku sama sekali tidak memakai aksesoris apapun. Tapi aku tidak begitu memikirkan MOSku. Aku pun langsung bergegas menuju gerbang SMA, ku cermati satu persatu wajah perempuan siswa Baru SMA, tapi tidak satupun sosok perempuan yang mirip gadis kemarin. Aku semakin penasaran dengan Penasaran Perempuan itu, hingga aku pun terus mengamati semua perempuan yang ada di SMA, tapi tetap saja dia tidak ada.
Tak terasa sudah 2 jam aku mencari perempuan itu, perempuan yang mempunyai Ciri yang selama ini ku cari, perempuan yang menggetarkan hatiku pada pandangan pertamanya. Jam di dinding menunjukkan pukul 08.00 WIB. Dan tak ku duga, aku baru ingat bahwa ini adalah MOS ku , masa pertamaku SAH dicap sebagai siswa SMA, tanpa pikir panjang, dan tanpa peduli waktu ku berangkat, soalnya sudah pada Masuk semua,
aku pun berangkat ke SMA, ketika baru saja satu langkahku memasuki Gerbang SMA, ada suara teriakan yang mengarah padaku, ”Dik.. .!! Kesini Cepat. !” teriak salah satu OSIS SMA. Aku pun berjalan menuju kak OSIS tadi, ”Ada Apa Kak ?” tanyaku polos. Berjuta cacian, makian, hujatan menuju padaku, bahkan tidak hanya satu kak OSIS saja yang memarahi kesalahanku, yang datang terlambat 2 jam dari waktu yang ditentukan, dan tidak membawa semua peralatan MOS.
Setelah itu ada salah satu Kakak OSIS yang menyuruhku masuk ke kelas, aku pun masuk ke kelas, di kelas aku pun menemukan banyak teman baru, aku pun berkenalan dengan semua anak di kelas itu. Tapi, suasana keriangan dan kegembiraan teman-temanku sama sekali tidak menggoyahkan hatiku, yang senantiasa memikirkan Perempuan itu.
***
Keesokan harinya, sudah aku putuskan bahwa pada Hari MOS ke dua aku tdak akan mengikuti MOS, kegiatan yang menurutku membosankan dan sangat melelahkan. Hari itu khusus aku gunakan untuk mencari informasi lebih jauh, target pertama ku adalah menuju SMP, karena kemarin seharian aku sudah mencarinya, tapi tak kunjung ketemu.
Di SMP, aku nongkrong di Kantin Sekolah Langgananku dulu, ketika masih SMP, ku amati semua siswa baru yang sedang melakukan kegiatan MOS juga di Lapangan Basket, dari Deretan pertama hingga terakhir Gadis itu tidak termasuk dalam barisan Siswa Baru SMP tersebut. Aku pun tak putus asa, ku kelilingi SMP untuk terus mencari Gadis itu. Tapi hasilnya sama, tidak ada seorang pun yang sama dengan gadis yang ingin ku temui.
Aku pun bergegas pulang, sambil membawa tangan hampa. Sambil terus bertanya dalam Hati, ”Dimana Perempuan itu ?, Perempuan yang sangat Spesial di Hatiku, perempuan yang membuat diriku penasaran, melebihi penasaran akan Misteri Duniaku yang masih belum terkuakkan ”.

____________

MUQODDIMAH

A Tribute to My Love :
“ Beauty Star On The Knowledge “

The Story Of
Na’im & Jamilah

From The Deepest of My Heart
“ Pleasant For Devotion Man “